Saturday 28 February 2009

Wajah calon Legislatif kita

Ahad, 1 Maret 2009

Sudah hampir tiga bulan terakhir ada hiburan tersendiri saat aku berkendaraan. Karena hampir di sepanjang tepi jalan, baik jalan raya atau gang kecil, kudapati ratusan poster "calonbintang" yang bertengger menghiasi batang pohon atau tiang yang berdiri di situ. Ada yang tersenyum santun, ada yang senyum menggoda, ada yang bergaya mirip aktor/artis/ foto model, bahkan ada yang sengaja mengajak orang penting dalam poster fotonya tersebut. Ck...ck...ck... hebat ya kawan!

Ada 2 persfektif yang ingin kubagi dengan kalian tentang fenomena yang terjadi tiap lima tahunan ini. Pertama persfektif positip, dan kedua, tentu saja persfektif negatif.

positifnya, pemilih jadi lebih tahu seperti apa sih wajah calon wakilnya di DPR nanti, ya minimal ganteng atau cantik nya lah...Walaupun foto itu kan kadang bisa direkayasa dikit lah, biar kelihatan agak beda dari biasa...
Nilai Positif lainnya, ini bagi para caleg loh ya..., kalau nanti tidak terpilih dalam pemilu, siapa tahu ada agen iklan atau bintang film yang melihat dan kebetulan lagi nyari orang buat iklan atau filmnya, kan lumayan tuh... bisa balik modal...

Sisi negatifnya, jalanan jadi kotor... sumpek... banyak bendera yang ga karuan. Coba deh kita hitung, hampir setiap 1 langkah kaki, pasti ada poster mereka. Coba kalau kita kalkulasikan dengan nilai uang. Andai sebuah poster dinilai 100 ribu, kali 100 lembar tiap caleg= 10.000.000
dikali 100 orang caleg = 1000.000.000!!! Sebuah nilai yang lumayan besar, kawan... Andai uang itu kita bagi untuk orang yang tak mampu, atau membangun sebuah sekolah, wah... lebih asyik manfaatnya kurasa!

Wallahu 'alam deh... yang kuingin sih, pemilu tahun ini bisa MENGHASILKAN SESUATUYANG JAUUUUUH LEDIH BAIK. Walaupun aku sedikit pesimis menyaksikan realita yang ada. Tapi pepatah bijak bilang "Berharaplah...kala kau masih punya nafas dan doa, karena tanpa harapan, kita tak akan bisa HIDUP." Ya! Aku akan terus berharap dan yakin, karena memang, HARAPAN ITU MASIH ADA.

Monday 23 February 2009

Bapak Polisi itu di suatu pagi...

Senin, 23 Februari 2009

Seperti biasa, pagi itu aku meluncur di jalan raya. Motor bututku agak terseok di antara ratusan kendaraan yang lain. Ditambah lalu lintas yang tidak seperti biasanya di sepanjang Kali Malang. Biasanya lancar dan menyenangkan. Tapi kali ini cukup padat dan macet. Mungkin karena semalam hujan turun cukup deras.

Seperti hari-hari sebelumnya juga... Pagi itu, aku melihat Pak Polisi itu. Tak kukenal siapa nama beliau. Karena tak kubaca label nama yang menempel di dada kirinya. Yang kutau, beliau sangat gesit dan tegas. Ramah pula. Sosoknya tegap, seperti postur tubuh para polisi pada umumnya. Warna kulitnya coklat tua, terbakar matahari kurasa. Sorot matanya tajam mengamati setiap pengemudi dan pengguna jalan tempatnya bertugas.

Yang menarik adalah, saat terjadi sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pengendara BMW pagi itu. Mobil mewah itu "ngotot" berbalik arah dalam lalu lintas yang padat itu. Pak polisi sudah mengarahkan untuk terus maju, karena berbalik arah akan menambah kekacauan lalu lintas. Entah karena egois dan merasa diri "kaya", sang pengendara tak mengacuhkan. Maka emosilah pak polisi ini. Digiringnya sang mobil (tentu saja bareng sopirnya) ke tepi jalan. Hampir semua mata pengguna jalan mengamati kejadian tersebut, termasuk aku yang berada persis di belakang BMW itu.
"Ah, paling juga peace... damai!" Batinku. Padahal aku tuh ikut kheki dengan kelakuan si "sombong" BMW tersebut. Hampir saja tebakanku jitu, saat kulihat si pengendara hanya melongokan kepala dan menyodorkan selembar 20.000 an. Tapi ups...! Tunggu dulu! Ada yang ajaib kurasa.
Ternyata, dengan sopan dan tegas, Pak Polisi itu berkata: "Maaf Pak. Saya sedang menjalankan tugas. Bapak telah melanggar peraturan, saya tidak butuh uang ini... saya sudah punya gaji dari negara. Silahkan berikan SIM atau STNK Bapak..."

Mak nyes.... rasanya adem banget mendengar kalimat itu. Aku terharu sekali. Tak terasa mataku berkaca-kaca. Subhanallah... semoga ini bukan mimpi. Andai setiap polisi seperti Bapak itu...
Karena bukan satu dua kali aku mendengar komentar miring tentang polisi. Sampai aku pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri, polisi yang menerima suap di jalan raya...