Sunday 12 June 2011

proyekku...

The Big News (cerbung tertunda…)

“Wow…” Saski berseru takjub. Mata bulatnya menatap penuh antusias Koran di tangannya. “Keren ya, kelompok band jalanan aja bisa berbuat kaya gini. Membantu para korban bencana Tasikmalaya sebesar 25 juta rupiah. Ckckck…”
“Apaan sih Ki, lo dari tadi bergumam wow, uh, ups…ada berita apaan yang tumben-tumbenan bisa bikin lo mau baca?” Gadis mendongak dari bangkunya duduk, “Biasanya pagi-pagi gini lo kan udah sibuk bebenah dandanan…”
“Idiiih nuduh bener sih Dis. Emang gue kan hobi baca. Apalagi baca berita infotainment model ginian.”
“Iya deh… tapi jangan lo kunyah sendiri dong. Pake komentar wah, uh, ups, de-es-be yang bikin gue penasaran. Band jalanan apaan?”
“Itu loh Dis, kelompok band baru, yang lagi heboh… Misterious Band.”
“Wah, itu band kesayangan gue Ki. Mana coba gue baca…” Gadis mendadak sontak berdiri dan menghampiri Saski yang semakin sibuk menelusuri kalimat demi kalimat berita yang tertulis pada halaman depan.
MISTERIOUS BAND KEMBALI BIKIN HEBOH!!! Begitu judul berita yang pertama dilihat Gadis. Judul yang ditulis dalam huruf balok capital yang mencolok mata, pun bagi mereka yang berkaca mata tebal macam Pak Jajang, guru kimia di kelas 11.
“Misterius band kembali bikin ulah. Tapi ulah yang mereka buat sungguh positip dan menggugah inpirasi kaum muda di bumi Indonesia tercinta ini. Apa pasal? Band yang keseluruhan personilnya bercadar seperti pasukan ninja ini mengadakan pertunjukkan amal di jalan-jalan untuk mengumpulkan dana bagi korban bencana alam Tasikmalaya yang terjadi pekan kemarin. Dalam waktu yang cukup singkat, Cuma 5 hari ngamen di jalanan beberapa tempat pusat keramaian, mereka berhasil mengumpulkan dana sebesar 25 juta rupiah. Angka yang sungguh pantastic untuk ukuran sebuah band jalanan. Ruarrr biasa…” Gadis membaca berita itu dengan volume suara cukup keras. Terbukti berpasang mata menatapnya penuh antusias. Bahkan beberapa di antaranya ikut berkerumun mengitari Koran yang berukuran hanya cukup untuk dikelilingi 3-4 orang saja.
“Misterius Band ya? Wah bener tuh, gue kemaren ikut nonton pertunjukkan mereka. Asik loh musiknya. Suaranya enak didenger. Yah walaupun lagu yang mereka nyanyiin lagu penyanyi-penyanyi lain… tapi gue suka banget. Suara vokalisnya itu loh. Gimanaaaa gitu ya! Enak, merdu… kaya ngandung daya magnet yang bikin orang jadi hanyut. Apalagi kalo udah nyanyiin lagu mellow. Wah…” Dani si pembual nomor wahid di kelas berkomentar penuh semangat. Semakin menambah pesona aura kelompok Misterius Band, yang memang akhir-akhir ini sering dibicarakan tidak hanya oleh penggemar music kawula muda, tapi hampir oleh seluruh level tingkatan manusia yang menghuni kota Cirebon.
“Betul-betul-betul…kalo gue mah udah ngeliat show mereka dari jaman mereka masih ngamen di kereta dan di mal-mal. Emang oke tampilan dan suaranya. Gue sampe gimana… gitu ya. Yah kurang lebih samalah seperti yang dirasa si Dani, ya nggak Dan?” Pino, si new Upin-Ipin SMA Samudra Kehidupan urun pendapat juga.
“Gue sepakat sama elo pada…” Sambung Fhani si burung merak kelas 11-IPA1. “Mereka perfect untuk ukuran grup band jalanan. Cuma yang gue heran, personilnya itu kok pake cadar semua ya… padahal, kaloband pada umumnya, yah katakanlah selebritis gitu, ingin sosok dan tampangnya dikenal para penggemar, biar kesohor. Kan enak jadi orang terkenal. Tapi mereka malah menutupi identitas diri. Kenapa ya?”
“Iya juga. Udah gitu, setahu gue, mereka ngamen untuk tujuan amal. Panti asuhan, bakti tuna netra, peduli oma-opa, dan terakhir bencana alam. Aneh…Gue jadi penasaran deh. Siapa nama gitarisnya, drumernya, semuanya… dan vokalisnya. Suaranya itu enak banget deh, pasti dia seorang gadis yang manis…Hmmm” Sambung Pino lagi.
“Loh kok bisa sih?” Si pendiam Jeni angkat bicara, penasaran. “Mestinya kalian Tanya dong saat mereka tampil, apa susahnya?”
“Justru itu uniknya Jen… Lu sih ga pernah liat kalo mereka lagi ngamen. Susah tau… Kalo habis ngamen mereka langsung kabur gitu. Ga mau buka penutup kepala dan muka. Yang keliatan Cuma matanya doang. Makanya mereka dikenal dengan nama Misterius Band. Begitu neng…”
“Wow, ajiib bener! Baru tahu gue kalo ada band yang model begini. Jadi penasaran pengen liat.”
“Itu juga jadi masalah neng. Mereka ngamen suka-suka deh kaya’nya. Ga bisa ditebak kapan maennya. Yah, mungkin Cuma iseng doang. Padahal kalo mereka mau, bisa loh masuk TV. Ga kalah kualitasnya sama band-band yang ada sekarang.”
Obrolan pagi yang semakin hangat dan seru di kelas 11-IPA1 SMA Samudra Kehidupan. Obrolan yang diam-diam disimak betul oleh seorang gadis manis yang duduk di pojok, persis di samping jendela kelas. Kedua tangannya bertumpu pada meja, menopang kedua belah pipi yang sering menampakkan lesung pipit saat tersenyum. Sesekali jarinya memilin ujung jilbabnya yang berwarna putih bersih.
“Hm, berita menarik! Dede, Dave, Anto dan Chepy pasti udah tahu juga berita besar di Koran pagi ini.” Batinnya dalam senyum dikulum. Benar-benar heboh! Spontan diambilnya handphone dari dalam tas. Ditekannya tombol kontak dan sebuah nama, lalu…
“Assalamualaikum, dave… udah baca berita hari ini? Heboh banget Misterious Band loh!” Lara, gadis berlesung pipit itu, membuka obrolan dengan suara separuh berbisik tepat di horn HPnya.
“Kamu udah tahu juga Ra? Nggak nyangka ya… di kelas temen-temen lagi ngebahas misterius Band. Ck…ck…bener juga prediksi kamu Ra.” Terdengar balasan suara dari seberang dengan nada yang antusias.
“He..he..he, terang dong Dav. Siapa dulu. Eit, takabur lagi deh, astaghfirullah…”
“Eh Ra, bisa ngga nanti sore ngumpul? Ada hal penting yang kudu kita diskusikan.” Mendadak Suara Dave terdengar serius. Seperti mengingatkannya tentang sesuatu.
“Jam berapa? Pulang sekolah aku bisa. On time tapinya!”
“Oke, pulang sekolah. Kalo on timenya aku ngga bisa janjiin. Kamu tahu sendiri kan… Anto dan Chepy ada di kelas Kimia. Pak Jajang suka korupsi waktu sampe setengah jam lebih…jadi”
“Wah, sory kalo gitu Dav. Aku ada jadwal liqo bada’ ashar. On time!”
“Bisa ijin dulu ga Ra? Pentiiiing banget! Please…”
“Oke, aku usahain. Lihat aja nanti ya!” Teeeeet… teeeet… Suara bel masuk memutuskan pembicaraan mereka. Lara menekan tombol akhiri di HPnya, masih sempat terdengar suara dari sana,
“Jangan ga datang Ra… Ini masalah kita. Masalah Dede!”
Ups! Lara menegang. Nama itu membuat dadanya berdetak lebih kencang. Ada apa dengan Dede? Terlambat! HP sudah dioff, Pak Bahar sudah ada di depan pintu kelas. Tak ada kesempatan lagi untuk mencari jawaban kenapa. Yang muncul dalam benak adalah bayangan selembar kertas merah muda yang ditemukannya dalam buku catatan Biologinya. Kertas merah muda itu bertuliskan tangan rapi milik seseorang. Seseorang itu bernama Dede. Di sana tertulis sebuah kalimat yang telah membuat dadanya bergetar hebat: Aku sayang kamu Ra…
  

curhatan seseorang (2)

SAAT UJIAN UNTUKKU TIBA…

Sampai detik ini, aku tak pernah percaya pada sebuah perubahan. Bagaimana proses mencinta itu bisa tumbuh pada diri seseorang amatlah tak bisa kupahami. Mungkin karena aku yang tak menemui ladang yang tepat untuk mencinta atau karena aku yang teramat sulit untuk mencinta? Sampai aku tiba pada sebuah keputusasaan, Ya Rabb… sampai kapan aku bisa menemui dan merasakan sebuah cinta yang benar-benar tulus. Cinta seorang perempuan kepada laki-laki. Yang konon katanya jika aku bisa menemukannya atau mendapatkannya, serasa aku berada di syurga…
Syurga? Seperti apakah itu? Apakah seperti aku merasa ingin tersenyum atau tertawa selalu. Apakah serupa dengan alam sekitar kita berdiri serasa aneka warna. Banyak bunga bertebaran di sana. Apakah rasanya seperti ada taman bunga di hati kita, burung-burung berkicau merdu dan riang, langit serasa senantiasa berpelangi? Kalau seperti itu, rasanya aku pernah menemukan situasi seperti itu. Tapi itu dulu… dulu sekali… Saat aku masih duduk di bangku SMP, SMA atau di kampus. Kalau aku merasakannya lagi saat ini, apakah itu masih pantas?
Tapi, aku terkadang merasakannya akhir-akhir ini. Persis… persis seperti yang aku rasakan dulu. Subhanallah, memang indah sekali. Tapi, sekali lagi aku Tanya padamu, apa ini pantas untukku? Aku yakin kamu akan jawab dengan jawaban yang KLISE : tergantung pada siapa kamu merasakan itu…
Terkadang, jujur ya, aku benci dengan situasi ini. Benci! Satu sisi aku merasa ada gairah indah dalam menjalani hari-hariku, tapi sisi lain tentu saja akan berteriak : oh noooo! Andai saja ini terjadi sejak dulu… dulu sekali sebelum aku menikah. Pasti ini menyenangkan!

Aih... curhatan yang lucu ya?! Eit! Jangan tertawa dulu! Siapa tahu kamu juga mengalami hal yang sama...!

Curhat seseorang...

Cinta Karena-MU
(Episode : Aku tak dapat memilih)
Aku masih mencarimu sampai detik terakhir aku bernapas. Walau mungkin bukan pencarian seperti dulu lagi. Sebatas aku merindukan saat-saat pertemuan terakhir denganmu dalam bayang kenangan reuni SMP kita dulu. Aku ingat betul malam sebelumnya. Aku bermimpi dipatuk ular tepat di keningku, tapi aku tak terlalu menghiraukan patukan ular tersebut. Dalam mimpiku itu, aku hanya tersenyum. Padahal aku sangat takut pada binatang berbisa tersebut, walau sekadar membayangkannya. Herannya, saat aku hampir terjaga dari tidur, tiba-tiba aku merasakan sesal yang sangat… entah kenapa. Walau rasa sesal itu terus berlanjut sampai beberapa saat di hari itu, aku tak berpikir apa-apa lagi untuk waktu berikutnya. Ah, just stupid dream!
Sampai saat langkahku memasuki pintu gerbang aula itu, segalanya berubah drastis detik itu juga. Detik di mana kakiku menginjak batas pintu dan detik di mana mata ini menangkap sosok tubuhmu yang semakin jangkung dan gagah.
“Hai… apa khabar, kumaha damang?” Sapaku ceria saat itu. Tanpa prasangka dan tanpa embel-embel rasa lain di hatiku. Bersih…
“Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri gimana? Betah di Bogor ?” Jawabmu dalam wajah yang bersemu sipu. Aih… manisnya. Mengingatkanku pada sosok aktor sinetron idolaku.
“yah… biasa-biasa saja. Kapan lulus? Kudengar kamu mau merantau ke pedalaman Irian yah? Wah hebat ya… bisa dapat jodoh orang sana doooong!” Candaku dengan benak dipenuhi bayangan sosok wanita berambut keriting kecil dan berkulit gelap.
“Yah kalau Allah sudah menakdirkan, mau apa lagi? Kok kamu tahu berita itu?” Ada nada terkejut dalam intonasi kalimatmu. Yang kuterjemahkan ‘kecewa’ atas komentarku tentang jodohmu. Sayang sekali, terjemah itu amat sangat terlambat kusadari. Padahal saat detik-detik terakhir pertemuan di acara reuni itu, tatap mata kita sempat bertaut lama tanpa sengaja. Tatap mata yang kemudian aku rasakan sebagai awal adanya sinyal hati yang terikat satu dengan lain, menjalin sebuah ikatan indah yang tiba-tiba saja membelit erat hatiku. Begitu eratnya… Sampai sesal itu harus ada, karena kesadaran yang datang tiba-tiba. Ya Tuhan… aku punya rindu! Rindu untukmu… Rindu yang begitu menyakitkan! Karena rindu itu kusadari saat engkau telah pergi. Kemana pergimu? Entahlah… Mungkin benar ke pedalaman Irian sana. Mungkin juga ke sebuah tempat lain. Aku tak tahu…
Aku terlalu tinggi hati untuk bertanya tentang keberadaanmu, walau sebenarnya hati ini teramat begitu ingin menemuimu. Berada di dekatmu. Merasakan kembali desiran indah yang menyejukkan saat berdiri di sisimu. Ah, di mana kamu? Apa kamu punya rasa yang sama dengan yang aku rasa? Rasa indah itu… Mungkinkah itu cinta?
Sampai detik ini pun aku masih suka berpikir tentang kamu. Di mana kamu, apa aktivitasmu, siapa pasangan hidupmu, masih ingatkah kamu sama aku? Yah, begitulah… Bayangan kamu sesekali masih suka mewarnai hari-hariku. Terutama saat aku berada dalam situasi gamang tentang pernikahanku. Karena jujur, dalam kehidupan rumah tanggaku, ada kalanya aku merasa tertekan dan suka menyalahkan keadaan. Mengapa aku harus menikah dengan seseorang yang tak pernah kukenal, hatta bertemu barang sejenak di masa laluku. Mengapa aku menurut saja pada apa yang terjadi, saat seorang teman menawarkan biodata seorang laki-laki yang tak pernah kutahu sebelumnya. Mungkin kondisiku saat itu ‘merasa tak enak’ jika menolak tawarannya, atau mungkin aku sudah putus asa tak ada bayangan yang terlintas mau apa aku setelah lulus kuliah? Karena cita-citaku saat itu sangat teramat sederhana, yaitu menjadi seorang istri dan ibu yang baik buat anak-anaknya. Atau mungkin aku sudah lelah menunggu dan mencarimu, yang entah ada di belahan bumi mana saat itu. Sungguh… Aku tak bisa memilih dan menawar, pada saat jodohku sudah ditetapkan olehNYA. Aku harus tunduk…
Maafkanlah aku. Karena mungkin telah menyakiti perasaanmu. Karena mungkin, aku telah membuatmu bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya rasa yang ada padaku, saat salammu terkirim lewat seorang karibku yang kebetulan menjadi temanmu di bimbingan belajar saat SMA. Saat kita berjalan bersisian dan bicara akrab di pertemuan tak terduga ‘Try out UMPTN’. Saat seseorang bertanya padaku, bagaimana hubunganku denganmu. Saat kumenolak ajakanmu untuk mengantarku pulang dari reuni itu. Saat … ah! Banyak saat-saat lain itu, yang lambat kusadari, bahwa itu adalah sinyal untukku…
Maafkanlah kembali aku. Andai kau tahu, saat aku merasa teramat kehilangan, aku berusaha mencarimu. Tapi tak pernah kutahu dimana kamu. Bahkan yang membuatku terhenyak, saat seseorang mengatakan, kau telah bertunangan dengan seseorang di Irian sana. Aku merasa luluh lantak… Pencarianku harus berakhir. Aku tak dapat memilih siapa lelaki yang berhak berjalan di sisi hari-hari masa depanku. Aku ikhlas… Karena cinta padaNYA, ternyata jauh lebih indah dari segala apa yang kuduga sebelumnya. 