Saturday 6 March 2010



ZHAFIRAH ZARA AMATULLAH

Sempat kuragu saat kau mulai tumbuh dalam rahimku. Karena kehamilan ini termasuk beresiko. Tiga kali sudah aku melahirkan lewat operasi. Kali ini... tak terduga Allah menitipkanmu kembali dalam rahimku. Bismillah... Saat amanah itu Allah berikan padaku, aku yakin ini adalah yang rencana terbaik yang Allah berikan dalam hidupku. Minggu demi minggu. Bulan demi bulan kulalui dengan penuh kehati-hatian dan do'a yang penuh. Terbayang beberapa rencana yang sudah terprogram dalam hidup kami, aku dan sayap hidupku, akan sedikit berubah. Ya Allah... tanamkan cinta untuk manusia kecil yang kini ada dalam rahimku. Alhamdulillah... 5 Februari 2010, kau lahir lewat operasi kembali. Sakit yang luar biasa menyerang ulu hatiku terobati saat mendengar tangismu memecah keheningan ruang operasi. Seorang bidadari mungil, berambut tebal, bermata bundar, berkulit kemerahan, disentuhkan ke bibirku yang tergeletak tak berdaya saat itu. Tak terasa butiran air mata ini jatuh di pipi, deras... teramat deras. Subhanallah... Cinta itu tumbuh subur saat itu juga. Ya Rahman, kan kujaga titipanMU yang cantik ini dengan sebaik-baik penjagaan. Jadikan kami, team yang kompak dalam meniti jalan menuju ridhaMU. Selamat datang bidadari kecilku... Kunamai engkau dengan sebaik-baik nama. Ayah memberikan hak penuh pada ibu untuk memberimu sebuah nama. Tidak seperti nama kakak-kakakmu. Ibu merasa tersanjung... Akhirnya, terbersitlah sebuah nama indah untukmu : Zhafirah Zara Amatullah. Keberuntungan seorang putri dari seorang wanita hamba Allah, begitulah makna namamu, nak... Tumbuhlah besar anakku. Jadilah cahaya mata dan hati setiap orang yang memandangmu. Jadilah tauladan hidup orang-orang di sekelilingmu. Agar kami, ayah dan ibumu, akan bangga telah melahirkanmu ke dunia ini...

"Tuliskan rencana kita dengan sebuah pensil tapi berikan penghapusnya pada Tuhan. Izinkan Dia menghapus bagian-bagian yang salah dan menggantikan dengan rencanaNYA yang indah dalam hidup kita." (dikutip dari Dian Syarief)

Monday 1 March 2010

Mimpi itu Gratis

Mtu GRATIS...


 MIMPI  itu GRATIS...

"Apa impian kamu yang kamu anggap sudah tercapai sampai hari ini tien?" Pertanyaan 'sayap hidup'ku yang tiba-tiba itu membuatku agak tercenung, bingung. "Hm... apa ya?"
"Kalo aku, Alhamdulillah... rasanya beberapa bahkan hampir semua mimpi yang pernah aku rajut dalam benak dari selagi aku muda, sudah tercapai. Menikah, punya 4 orang anak, punya rumah di daerah yang kuinginkan, punya mobil, insya Allah naik haji, ya... hampir semua..."
Aku masih terdiam. Hebat betul 'sayap hidupku' ini, batinku. Rencana hidupnya memang bermula dari mimpi-mimpi... Sedangkan aku? Kubiarkan hidup mengalir bagaikan air. Ikuti saja ke mana alirannya akan menuju. Yang penting aku bisa menghadapi batu, karang, sampah atau kotoran yang kuanggap sebagai cobaan hidup, bersama aliran itu.
"Bahkan kini aku punya mimpi untuk 15 atau 20 tahun yang akan datang..." Kembali 'sayap hidupku' berkata. Matanya berbinar cerah menatapku yang masih terbengong, bingung.
"Apa?" Balasku takjub.
"Hm... kamu pasti tertawa..."
"Lho, ngapain tertawa. Bukankah kita sudah sepakat, bahwa: 'apa sih yang tidak mungkin kalo kita meminta pada Allah? Apapun permintaan kita, urusan dunia kek, urusan akhirat kek..." Aku sedikit cemberut. Tertawa itu kan melecehkan... ya ga mungkinlah, wong namanya juga bercerita tentang impian, apa salahnya...
"Hm... aku punya mimpi menjadi bupati."
Ups! Eit... bener kan! Hik..hik... hik... akhirnya aku tak tahan untuk tidak tertawa.
"Tuh, kan..."
"Eh, sory, bukan begitu. Hanya mimpi yang aneh kurasa... Kok bisa mimpi jadi bupati. Jauh dari basic aja gitu. Kamu sekarang menekuni dunia perdagangan. Cenderung menjauh dari dunia perpolitikan karena sedang dikecewakan. Kok bisa..."
"Eit... ingat: tak ada yang tak mungkin kalo kita memintanya pada Allah... Lagi pula, aku sih hanya ingin membuktikan bahwa sebenarnya aku juga bisa kok untuk berprestasi. Aku prihatin melihat kondisi kepemimpinan sekarang ini. Aku ingin bisa menjadi Umar bin Abdul Aziz, atau Said bin Amir al-Jumhi, yang bisa meredam ego keduniawiannya saat mereka menjadi pemimpin. Bupati kita sekarang aja, 15 tahun yang lalu tuh bukan siapa-siapa..."
"Ya deh... amien... Kalo aku sih ga muluk-muluk. Aku punya impian jadi orang kaya. Dengan kekayaanku itu aku bisa bikin perpustakaan dan sekolah untuk anak-anak yatim-piatu dan du'afa. Aku ingin... sangat ingin menjadi sahabat mereka. Sahabat terdekat mereka. Sungguh... Aku teramat ingin.... " Kalimatku mulai terbata pada akhirnya. Ya, aku selalu terbawa perasaan saat membayangkan impianku itu.
"Bagus, sebuah impian yang bagus. Yakinlah, tak ada yang tak mungkin bila kita memintanya pada Allah!"
"Kalo begitu, ade ingin punya mimpi jadi mentri pendidikan deh... Biar sekolah ade gratis!" Celetuk buah hatiku, si nomor dua Azzam.
"Oh... ga apa-apa... siapa pun boleh bermimpi. Mimpi itu gratis kok..."
Ya, ayo kita rajut mimpi-mimpi kita. Andai mimpi itu sudah tercapai, buatlah kembali mimpi yang baru!