Wednesday 7 March 2012

SANG INSPIRATOR


Refleksiku
(Dr. Dian Indihadi, M.Pd.  Dosen UPI Kampus Tasikmalaya)

Subhanallah dan Alhamdulillah- Aku Bangga Menjadi Guru- buah karya Titin Supriatin berhasil diterbitkan oleh Lentera Ilmu Cendikia tahun 2012.  Buah karya yang tidak main-main telah berhasil membawa pembaca bermain-main dengan beragam mainan dan permainan pendidikan.  Semua ragam mainan dan permainan pendidikan yang disampaikan dalam tulisan itu adalah hal-hal yang biasa kita temukan dalam keseharian, dipaparsajikan dengan tutur bahasa yang fulgar, jenaka dan kata-kata yang lateral, namun makna pesan pendidikan di dalamnya sangat luar biasa dan bersifat universal.

“Pokoknya seru banget!  Aku tidak peduli rasa penat letih setelah seharian direcoki murid-murid kecilku.  Aku tidak merasakan capenya digelayuti dua balitaku kanan kiri yang berebut duduk di pangkuan saat asik berkhayal di depan computer…  ada sebuah hal yang ingin kujadikan catatan penting bagi diriku sendiri, yaitu tentang pentingnya “waktu” dan “kreativitas” bagi seorang pendidik …” (Hal. 26)

Ternyata tidak main-main seorang sarjana pertanian yang berkiprah dalam dunia pendidikan.  Jika petani harus bergantung kepada “alam dan cuaca” tetapi seorang pendidik harus bergantung kepada “WAKTU DAN KREATIVITAS”

Dalam “DASTER” (Hal. 28-40), dibuktikan bahwa sejumlah fenomena yang menjadikan kita sebagai manusia lupa diri, nilai-nilai kemanusiaan dipermainkan, beragam permainan diperagakan dan akhir dari permainan itu melahirkan manusia baru.  Pendidikan dan peran ibu menjadi faktor penentu kelahiran manusia baru.
 
“BU TITIN, I LOVE YOU…!”  (Hal 84-89).  Saya menyetujui itu, bahkan tidak hanya 5 orang murid di jalanan.  Bahkan saya berpandangan “gaji” itu bagaikan “menstruasi” bagi setiap wanita.  Datang setiap bulan tapi tidak akan lebih dari 1 minggu. … Sungguh, ibu tak akan pernah menyesali keputusan ibu, untuk tetap memilih menjadi guru!...Hari kedelapan dan kesembilan, kami lebih sibuk lagi.  Lagi lagi aku mendapatkan kemudahan pada sesi ini.  Dosen yang “aneh/nyleneh”… Beliau tidak meminta kami membuat RPP… Hal baru yang sebenarnya sangat mendasar… tanpa harus bertele-tele (Hal.109)  Disadari ataupun tidak oleh para guru adalah profesi mulia yang tidak dapat dinilai dalam angka struk gaji, diukur dalam tulisan yang diadministrasikan atau di SK kan dalam pangkat maupun jabatan.

Guru adalah petani cinta, kasih sayang dalam tutur kata dan perbuatan.
Mang Daan, Belajar pada Irfan dan Selamat Jalan Pak Karta, bahkan cerita Pemulung dan Penjual sapu merupakan hipotesis bagi pendidikan karakter yang hari ini dijadikan isyu dalam RPP di sekolah.  Penulis berhasil menyajikan bukti nyata dalam tulisan tersebut.  Pasti keberhasilan mereka tersebut dari pendidikan yang tidak direpoti oleh silabus dan RPP yang ditulis tak pernah dibaca. 

Ya Rasulullah Aku Rindu Padamu,  Siapa Bilang Nggak Mungkin, Tuhan Aku MembutuhkanMU meskipun Mimpi itu Gratis.  Pasti itu, dengan tiga kata “Pasti Aku Bisa”  Kesadaran religu melebihi segalanya.  Virus Alamat Palsu bisa dikalahkan oleh Orang Tua Hebat.  Ya Bu titin lah yang berhasil bertani Cinta, Kasih sayang dalam tutur kata dan perbuatan. 

Sebuah kritik pedas perihal komersialisasi pendidikan melalui kinerja guru berhasil disampaikan.  Saat ini sosok Mang Daan sudah sangat jarang ditemukan yang ada hanya pada kenangan para guru dan sejarah waktu di masa lalu.
Tegar, Kita Adalah Sang Motivator, Aku Pasti Bisa kemudian Mimpi Itu Gratis merupakan realita hari ini yang ada dalam nafas dan denyut nadi para guru.  Bahkan “Punishment” dari guru kepada murid juga sering melampaui batas.  Ternyata Irfan- irfan yang lain masih banyak dijumpai di kelas.

Kondisi pendidikan hari ini digambarkan melalui Pak Karta yang seorang satpam penjaga gerbang sekolah, dipertegas oleh ibu kepala sekolah yang mengagntikan Pak Karta ketika beliau tidak bertugas di gerbang sekolah.  Padahal kondisi pendidikan yang sebenarnya seperti pengemis yang belajar berdoa dan do’a  penjual sapu pada anaknya.   “…Di sini Cuma numpang cari nafkah.  Ah, siapa bilang Gratis Neng? …Bapak ingin anak Bapak nggak Cuma pintar, tapi juga bisa ngaji.  Ibadahnya rajin, otaknya juga cerdas.  Biar kalau sudah dewasa nanti bisa jadi ustad.  Jadi orang yang berguna bagi masyarakatat.”  (Hal.58)
Akhirnya; “Saya ada di sini… Menjadi orang yang punya peran bagi masyarakat.  Maka tegakkan kepala dan banggalah denganprofesi anda.  Karena lewat tangan-tangan andalah dasar-dasar pendidikan manusia dibentuk dan dibina.  Tangan para guru sekolah Dasar!  (Hal 109).  Lanjutkan.  Perjuangan hari ini dengan menjadi guru.  Aku bangga!  

Hanya itu yang dapat saya sampaikan setelah diajak jalan-jalan menelusuri jalan panjang yang Bu Titin paparsajikan dalam buku itu.

      Don’t cry for tomorrow
     Give smile for yesterday
     Be the best one for life

Tanpa seijin penulis, saya mengutip ungkapan dalam buku itu Subhanallah dan Alhamdulillah untuk mengekspresikan perasaan setelah membaca buku itu.  Selain itu, saya menyatakan kecewa berat dan ketidak puasan yang “lebai” apabila bu Titin hanya menulis buku itu saja.  Sayang, pena emas bertinta ide, gagasan dan fenomena yang ada dalam schemata akan musnah dan sirna ditelan masa apabila bu Titin tidak merealisasikan ke dalam tulisan berikutnya.

Monday 5 March 2012

S.O.M.A.L.I.A


KARENA KITA TAK TAHU?!
(Catatan kecil untuk hari peduli SOMALIA di SDIT Thariq Bin Ziyad PHP)

Pagi itu sekolahku kedatangan tamu.  Informasi kedatangan mereka sebenarnya sudah kami dapat sepekan sebelumnya.  Hanya karena kesibukanlah, aku tak terlalu menghiraukannya.  Walau demikian, aku sempat dua kali bertemu mereka, organisasi social berlabel KISS dan ACT.  KISS sendiri adalah sebuah singkatan dari Komite Indonesia untuk solidaritas Somalia.  Sementara ACT kepanjangan dari Aksi cepat Tanggap.  Mereka bergerak karena sebuah dorongan kuat untuk membantu sesama muslim yang tak lekang dirundung malang : Negara SOMALIA.

Beberapa versi histori kemalangan yang menimpa negeri bersuhu panas ini antara lain karena adanya “kekuatan besar asing” yang ingin menguasai hasil bumi mereka yang melimpah.  Hingga kekuatan asing ini menjajah dengan cara yang teramat lihai.  Tak ada wujud namun berasa ‘tamparannya’.  Hingga bisa menciptakan sebuah perang saudara yang tak pernah usai.  Karena kuingat betul, rasanya dari jaman aku masih batita, kisah tentang negeri SOMALIA ini tak pernah ada habisnya.  Kompleks.  Begitu istilahnya. 

 Selain perang saudara, Negara ini sering tertimpa bencana kelaparan dan kekeringan yang panjang.  Karena wilayahnya terletak di Afrika Tengah yang jarang kedatangan musim hujan.  Bahkan menurut cerita bisa sampai 6 tahun baru  mereka mendapatkan hujan.  Masya Allah ya!  Terbayang, bagaimana mereka bisa bertahan untuk hidup dengan usaha yang mereka upayakan sendiri.  Semisal bekerja, berladang, dan sebagainya.  Karena bagaimana mau bercocok tanam dengan kondisi air yang minim dan keamanan yang jauh dari damai.  Hingga akhirnya, mereka bertahan hidup dari belas kasihan dan bantuan yang diberikan dari Negara-negara yang peduli.
Padahal Negara ini menyimpan sumber daya alam yang berlimpah.  Uranium, bahan dasar untuk membuat nuklir.  Mudah ditebak alur cerita berikutnya, ada gula ada semut.  Negara adi daya yang bernama Amerika, dengan mengusung bendera pasukan perdamaian di Somalia masuk menjadi pengendali.  Kisah yang serupa dengan Negara-negara lain di berbagai penjuru dunia.  Termasuk Indonesia tentunya.  Punya summber daya yang melimpah, namun rakyatnya sendiri miskin dan mengetahui kekayaan negeri.  Kasian…. 

Namun bukan itu yang ingin aku bagi dalam tulisan ini.  Penyebab Kemalangan yang  menimpa saudara kita di Somalia bukanlah sebuah urusan mudah untuk diselesaikan.  Yang ada di depan mata adalah ribuan nyawa manusia yang kelanjutan hidupnya sangat teramat bergantung pada ‘kepedulian’ kita.  Sekali lagi KEPEDULIAN. 
Entah sudah terkubur di mana kata-kata emas itu dari bumi ini.  Jangankan untuk Negara orang, peduli untuk tetangga sekitar pun kita sudah hampir tak punya lagi.  Untuk itulah para relawan itu datang.  Mengetuk hati kita, berharap kata peduli masih ada tersimpan di lubuk hati .  Minimal untuk tahu bahwa di wilayah bumi yang lain, ada banyak manusia yang membutuhkan uluran tangan.  Andai pun kita tak punya harta untuk dibagi, kita masih bisa menyampaikan do’a atau menyampaikan khabar duka ini pada saudara atau sahabat kita tentang ini.  Siapa tahu ada yang terketuk hatinya untuk berbagi.

Aku jadi teringat perjalanan jiarahku ke baitullah setahun yang lalu.  Di sana banyak kutemui para perempuan berkerudung, berkulit gelap, menggendong para bayi, menadahkan tangan meminta real dari para jamaah haji.  Bahkan banyak yang cacad (atau cacat palsu) ikut memasang tampang memelas pada setiap jamaah yang lewat.  Aku sendiri hampir tak pernah memberi mereka uang, karena aku  teringat para pengemis di Indonesia yang mengemis karena profesi.  Bukan karena sebuah kondisi yang membuat mereka terpaksa melakukannya.  Mereka masih kuat, normal dan sebenarnya mampu untuk mencari pekerjaan lain selalin meminta-minta.  Jadi porsi curigaku jauh lebih besar dibanding rasa iba.
Melihat poster dan film documenter tentang rakyat Somalia, serasa melihat para pengemis kulit hitam di Mekah dan Madinah.  Ada sesal yang diam-diam muncul ke permukaan.  Ah, jangan-jangan para pengemis itu adalah penduduk Somalia yang melarikan diri dari negaranya untuk mencari sesuap nasi dan perlindungan.  Jahat betul pradugaku bahwa para pengemis itu hanyalah pura-pura.  Pelit betul aku waktu itu.  Kalau benar ternyata mereka adalah rakyat Somalia… Gubrak!!!  Aku benar-benar tak tahu… 

Sesal kemudian ga ada manfaatnya.  Masih ada kesempatan untuk berbuat.  Lembar  brosur yang dibagikan relawan KISS dan ACT masih ada dalam ransel kok walaupun sudah lecek.  Nomor rekening berbagai bank tertera di sana.  Mengundang pintu syurga terbuka untukmu  lewat berinfak dan shadaqoh.  Kemalangan yang menimpa saudara muslim kita di sana adalah bagian dari takdir Allah untuk dunia.  Tinggal bagaimana kita menyikapi hal ini.  Masih adakah kata PEDULI yang tersimpan rapi di sudut hati kita.  Karena  kalau bukan kita yang peduli, SIAPA LAGI?

Sunday 4 March 2012

WELCOME TO BE IUC CLUSTER2



Seorang teman mengajakku bergabung di sebuah wadah anak muda.  Bukan sebagai anggota tentu saja.  Dengan jumlah buntut 4 orang aku sudah pantas untuk membina remaja dan pemuda yang notabene seusia sulungku.  Insya Allah, begitu kata kesanggupanku.  Walau belum banyak pengalamanku di bidang pendidikan remaja dan pemuda, ya minimal aku dulu pernah mengalami jadi remaja juga.
Okeh, cerita berlanjut.  Jujur, sampai detik aku menghadiri acara perkenalan anggota dengan para instrukturnya (Salah seorangnya adalah aku), aku belum ‘ngeuh’ betul tulisan dan cara membaca nama wadah yang akan aku bina ini.  Hingga dengan rasa sedikit malu kudekati salah seorang pengurus dan berbisik di kupingnya, “Maaf Mbak, apa sih nama kegiatan acara ini?”  Tanganku ikut menunjuk pin yang dikenakan di dadanya.  “Oh, ini Be IUC, artinya Bekasi Islamic Youth Camp”Jawabnya.
Oh… Be IUC.  Manggut-manggut kepalaku tanda baru mengerti.  Keren ya,  batinku.  Dengan rasa takjub kupandangi satu persatu remaja putri dan putra yang wajahnya berseri tanda gembira melakukan kegiatan ini.  Kreatif ya, komentar keduaku.  Di usia mereka yang terbilang masih cimit-cimit, sudah berani melakukan suatu kegiatan positip mengasah kemampuan diri sesuai minat dan bakat.  Ada bidang menulis, fotografi, teater, futsal, nasyid dan IT (informatika teknologi).
PD banget deh, itu komentar ketigaku.  Apalagi saat aku melihat banyak di antara anggota dan pengurusnya adalah murid-muridku dulu.  Mereka yang dulunya, maaf, masih cengeng, ingusan, plonga-plongo, dengan rasa percaya diri yang tinggi berani berbicara dan mengkoordinir teman-temannya.  Apalagi ternyata di antara mereka sudah ada yang membuat sebuah kelompok nasyid yang cukup sering tampil di acara tertentu.  Saluuuuut dah!  5 Jempol buat kalian, Kak!
Menilik dari tampilan spanduk panggung acara, subhanallah… Tergambar di sudut kiri atas sebuah bola dunia biru kekuningan.  Gambar 10 pemuda berjajar rapi dengan tangan menggapai udara, seolah ingin meraih bintang, ada di bawahnya.  Tulisan di atas barisan pemuda terbaca seperti ini :  SHOW YOUR CREATIVITY  TO THE WORLD.  Wow… hebat ya!  Propokator banget kan kalimatnya… Bisa membuat dada bergetar dan mendidihkan darah muda mereka yang selalu ingin diperhatikan dan diakui keeksisannya.
Subhanallah… Alhamdulillah… Syukur padaMU ya Rabb.  Menciptakan generasi pilihan seperti mereka.  Aku yang pernah menjadi guru mereka pun ingin meledak rasanya. Saking bahagianya melihat mereka tumbuh menjadi remaja yang berfikiran dewasa dan kreatif.  Jika  dibandingkan dengan remaja lainnya yang menurut kabar yang kudengar dan kubaca, selalu saja ada berita negative tentang mereka.  Narkoba lah, tawuran massal lah, pergaulan bebas, dan lain sebagainya.  Bahkan ada yang mengatakan, remaja sekarang adalah generasi ALAY, yang selalu menjawab Tauk ya… Terserah deh… Ah, pokoknya ga punya kepribadian dan ga punya mimpi.  Anggota Be IUC ini benar-benar beda!  PD, punya mimpi dan cita-cita, dan of course gaul gituh loh!
Masih ada harapan ternyata.  Melihat antusiasme remaja di wadah ini aku jadi merasa muda lagi.  Mimpi-mimpi lawasku bertumbuhan lagi.  Aku ingin menjadi bagian orang-orang yang punya manfaat untuk mereka.  Aku ingin bisa membagi apa yang aku punya untuk mereka.  Aku ingin mencurahkan sebagian waktuku untuk menjadi sahabat mereka.  Aku ingin menjadi bagian dari sejarah dan bersaksi  bahwa masih banyak remaja yang punya cita-cita tinggi dan harapan besar, dan berani berkata AKU MAMPU MENJADI YANG TERBAIK UNTUK IBU DAN AYAHKU.  AKU BISA MENJADI GENERASI YANG TANGGUH UNTUK NEGERIKU.  AKU BISA  MENJADI TELADAN BAGI TEMAN-TEMANKU YANG LAIN.  PERCAYALAH… AKU BISA!
Anak-anakku… Teruslah berjuang dan menunjukkan jati diri kalian pada dunia.  Warnai cakrawala bumi dengan keindahan akhlak dan kreatifitas yang kau miliki.  Lukis dan buatlah mimpi-mimpi indahmu tentang masa depan.  Isi hari-harimu dengan kegiatan yang mendatangkan kagum penduduk bumi dan langit.  Mari kita bergandengan tangan,  membuat karya indah untuk mereka…Sungguh, ibu bangga memiliki kalian…