KARENA KITA TAK TAHU?!
(Catatan kecil untuk hari peduli SOMALIA di SDIT
Thariq Bin Ziyad PHP)

Beberapa versi histori kemalangan yang menimpa negeri bersuhu panas
ini antara lain karena adanya “kekuatan besar asing” yang ingin menguasai hasil
bumi mereka yang melimpah. Hingga
kekuatan asing ini menjajah dengan cara yang teramat lihai. Tak ada wujud namun berasa
‘tamparannya’. Hingga bisa menciptakan
sebuah perang saudara yang tak pernah usai.
Karena kuingat betul, rasanya dari jaman aku masih batita, kisah tentang
negeri SOMALIA ini tak pernah ada habisnya.
Kompleks. Begitu istilahnya.
Selain perang saudara, Negara
ini sering tertimpa bencana kelaparan dan kekeringan yang panjang. Karena wilayahnya terletak di Afrika Tengah
yang jarang kedatangan musim hujan.
Bahkan menurut cerita bisa sampai 6 tahun baru mereka mendapatkan hujan. Masya Allah ya! Terbayang, bagaimana mereka bisa bertahan
untuk hidup dengan usaha yang mereka upayakan sendiri. Semisal bekerja, berladang, dan
sebagainya. Karena bagaimana mau
bercocok tanam dengan kondisi air yang minim dan keamanan yang jauh dari damai. Hingga akhirnya, mereka bertahan hidup dari
belas kasihan dan bantuan yang diberikan dari Negara-negara yang peduli.
Padahal Negara ini menyimpan sumber daya alam yang berlimpah. Uranium, bahan dasar untuk membuat
nuklir. Mudah ditebak alur cerita
berikutnya, ada gula ada semut. Negara
adi daya yang bernama Amerika, dengan mengusung bendera pasukan perdamaian di
Somalia masuk menjadi pengendali. Kisah
yang serupa dengan Negara-negara lain di berbagai penjuru dunia. Termasuk Indonesia tentunya. Punya summber daya yang melimpah, namun
rakyatnya sendiri miskin dan mengetahui kekayaan negeri. Kasian….
Namun bukan itu yang ingin aku bagi dalam tulisan ini. Penyebab Kemalangan yang menimpa saudara kita di Somalia bukanlah
sebuah urusan mudah untuk diselesaikan.
Yang ada di depan mata adalah ribuan nyawa manusia yang kelanjutan
hidupnya sangat teramat bergantung pada ‘kepedulian’ kita. Sekali lagi KEPEDULIAN.
Entah sudah terkubur di mana kata-kata emas itu dari bumi ini. Jangankan untuk Negara orang, peduli untuk
tetangga sekitar pun kita sudah hampir tak punya lagi. Untuk itulah para relawan itu datang. Mengetuk hati kita, berharap kata peduli
masih ada tersimpan di lubuk hati .
Minimal untuk tahu bahwa di wilayah bumi yang lain, ada banyak manusia
yang membutuhkan uluran tangan. Andai
pun kita tak punya harta untuk dibagi, kita masih bisa menyampaikan do’a atau
menyampaikan khabar duka ini pada saudara atau sahabat kita tentang ini. Siapa tahu ada yang terketuk hatinya untuk
berbagi.
Aku jadi teringat perjalanan jiarahku ke baitullah setahun yang
lalu. Di sana banyak kutemui para
perempuan berkerudung, berkulit gelap, menggendong para bayi, menadahkan tangan
meminta real dari para jamaah haji.
Bahkan banyak yang cacad (atau cacat palsu) ikut memasang tampang
memelas pada setiap jamaah yang lewat.
Aku sendiri hampir tak pernah memberi mereka uang, karena aku teringat para pengemis di Indonesia yang mengemis
karena profesi. Bukan karena sebuah
kondisi yang membuat mereka terpaksa melakukannya. Mereka masih kuat, normal dan sebenarnya
mampu untuk mencari pekerjaan lain selalin meminta-minta. Jadi porsi curigaku jauh lebih besar dibanding
rasa iba.
Melihat poster dan film documenter tentang rakyat Somalia, serasa
melihat para pengemis kulit hitam di Mekah dan Madinah. Ada sesal yang diam-diam muncul ke
permukaan. Ah, jangan-jangan para
pengemis itu adalah penduduk Somalia yang melarikan diri dari negaranya untuk
mencari sesuap nasi dan perlindungan.
Jahat betul pradugaku bahwa para pengemis itu hanyalah pura-pura. Pelit betul aku waktu itu. Kalau benar ternyata mereka adalah rakyat
Somalia… Gubrak!!! Aku benar-benar tak
tahu…
Sesal kemudian ga ada manfaatnya.
Masih ada kesempatan untuk berbuat.
Lembar brosur yang dibagikan
relawan KISS dan ACT masih ada dalam ransel kok walaupun sudah lecek. Nomor rekening berbagai bank tertera di
sana. Mengundang pintu syurga terbuka
untukmu lewat berinfak dan
shadaqoh. Kemalangan yang menimpa
saudara muslim kita di sana adalah bagian dari takdir Allah untuk dunia. Tinggal bagaimana kita menyikapi hal
ini. Masih adakah kata PEDULI yang
tersimpan rapi di sudut hati kita. Karena kalau bukan kita yang peduli, SIAPA LAGI?
No comments:
Post a Comment