Sunday 12 June 2011

Curhat seseorang...

Cinta Karena-MU
(Episode : Aku tak dapat memilih)
Aku masih mencarimu sampai detik terakhir aku bernapas. Walau mungkin bukan pencarian seperti dulu lagi. Sebatas aku merindukan saat-saat pertemuan terakhir denganmu dalam bayang kenangan reuni SMP kita dulu. Aku ingat betul malam sebelumnya. Aku bermimpi dipatuk ular tepat di keningku, tapi aku tak terlalu menghiraukan patukan ular tersebut. Dalam mimpiku itu, aku hanya tersenyum. Padahal aku sangat takut pada binatang berbisa tersebut, walau sekadar membayangkannya. Herannya, saat aku hampir terjaga dari tidur, tiba-tiba aku merasakan sesal yang sangat… entah kenapa. Walau rasa sesal itu terus berlanjut sampai beberapa saat di hari itu, aku tak berpikir apa-apa lagi untuk waktu berikutnya. Ah, just stupid dream!
Sampai saat langkahku memasuki pintu gerbang aula itu, segalanya berubah drastis detik itu juga. Detik di mana kakiku menginjak batas pintu dan detik di mana mata ini menangkap sosok tubuhmu yang semakin jangkung dan gagah.
“Hai… apa khabar, kumaha damang?” Sapaku ceria saat itu. Tanpa prasangka dan tanpa embel-embel rasa lain di hatiku. Bersih…
“Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri gimana? Betah di Bogor ?” Jawabmu dalam wajah yang bersemu sipu. Aih… manisnya. Mengingatkanku pada sosok aktor sinetron idolaku.
“yah… biasa-biasa saja. Kapan lulus? Kudengar kamu mau merantau ke pedalaman Irian yah? Wah hebat ya… bisa dapat jodoh orang sana doooong!” Candaku dengan benak dipenuhi bayangan sosok wanita berambut keriting kecil dan berkulit gelap.
“Yah kalau Allah sudah menakdirkan, mau apa lagi? Kok kamu tahu berita itu?” Ada nada terkejut dalam intonasi kalimatmu. Yang kuterjemahkan ‘kecewa’ atas komentarku tentang jodohmu. Sayang sekali, terjemah itu amat sangat terlambat kusadari. Padahal saat detik-detik terakhir pertemuan di acara reuni itu, tatap mata kita sempat bertaut lama tanpa sengaja. Tatap mata yang kemudian aku rasakan sebagai awal adanya sinyal hati yang terikat satu dengan lain, menjalin sebuah ikatan indah yang tiba-tiba saja membelit erat hatiku. Begitu eratnya… Sampai sesal itu harus ada, karena kesadaran yang datang tiba-tiba. Ya Tuhan… aku punya rindu! Rindu untukmu… Rindu yang begitu menyakitkan! Karena rindu itu kusadari saat engkau telah pergi. Kemana pergimu? Entahlah… Mungkin benar ke pedalaman Irian sana. Mungkin juga ke sebuah tempat lain. Aku tak tahu…
Aku terlalu tinggi hati untuk bertanya tentang keberadaanmu, walau sebenarnya hati ini teramat begitu ingin menemuimu. Berada di dekatmu. Merasakan kembali desiran indah yang menyejukkan saat berdiri di sisimu. Ah, di mana kamu? Apa kamu punya rasa yang sama dengan yang aku rasa? Rasa indah itu… Mungkinkah itu cinta?
Sampai detik ini pun aku masih suka berpikir tentang kamu. Di mana kamu, apa aktivitasmu, siapa pasangan hidupmu, masih ingatkah kamu sama aku? Yah, begitulah… Bayangan kamu sesekali masih suka mewarnai hari-hariku. Terutama saat aku berada dalam situasi gamang tentang pernikahanku. Karena jujur, dalam kehidupan rumah tanggaku, ada kalanya aku merasa tertekan dan suka menyalahkan keadaan. Mengapa aku harus menikah dengan seseorang yang tak pernah kukenal, hatta bertemu barang sejenak di masa laluku. Mengapa aku menurut saja pada apa yang terjadi, saat seorang teman menawarkan biodata seorang laki-laki yang tak pernah kutahu sebelumnya. Mungkin kondisiku saat itu ‘merasa tak enak’ jika menolak tawarannya, atau mungkin aku sudah putus asa tak ada bayangan yang terlintas mau apa aku setelah lulus kuliah? Karena cita-citaku saat itu sangat teramat sederhana, yaitu menjadi seorang istri dan ibu yang baik buat anak-anaknya. Atau mungkin aku sudah lelah menunggu dan mencarimu, yang entah ada di belahan bumi mana saat itu. Sungguh… Aku tak bisa memilih dan menawar, pada saat jodohku sudah ditetapkan olehNYA. Aku harus tunduk…
Maafkanlah aku. Karena mungkin telah menyakiti perasaanmu. Karena mungkin, aku telah membuatmu bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya rasa yang ada padaku, saat salammu terkirim lewat seorang karibku yang kebetulan menjadi temanmu di bimbingan belajar saat SMA. Saat kita berjalan bersisian dan bicara akrab di pertemuan tak terduga ‘Try out UMPTN’. Saat seseorang bertanya padaku, bagaimana hubunganku denganmu. Saat kumenolak ajakanmu untuk mengantarku pulang dari reuni itu. Saat … ah! Banyak saat-saat lain itu, yang lambat kusadari, bahwa itu adalah sinyal untukku…
Maafkanlah kembali aku. Andai kau tahu, saat aku merasa teramat kehilangan, aku berusaha mencarimu. Tapi tak pernah kutahu dimana kamu. Bahkan yang membuatku terhenyak, saat seseorang mengatakan, kau telah bertunangan dengan seseorang di Irian sana. Aku merasa luluh lantak… Pencarianku harus berakhir. Aku tak dapat memilih siapa lelaki yang berhak berjalan di sisi hari-hari masa depanku. Aku ikhlas… Karena cinta padaNYA, ternyata jauh lebih indah dari segala apa yang kuduga sebelumnya. 

2 comments:

  1. Cinta terkadang harus ditanam di ladang yang gersang. Dan ketika itulah kita harus menyirami dan memupukinya lebih banyak dan itu butuh ke'sabara'an. Tak masalah karena Allah telah menetapkan ditempat mana "cinta"mu akan kau tanam.
    Beda rasanya ketika cintamu telah tertanam di ladang yang subur maka tak kan lama kau akan menikmati buahnya... tpi perayalah itu hanya masalah waktu...

    ReplyDelete
  2. Ya, memang itu hanya masalah waktu. Namun sang penanam itu terkadang merasa lelah dan risau. Semoga "Sang Maha pembuat skenario" sudah menyediakan stok "kesabaran" yang maha banyak dan lapang untuknya...
    Ataukah Dia merasa cemburu, jika hamba yang dikasihi-NYA justru lebih mencintai makhluk ciptaan-NYA yang bernama laki-laki itu... hingga Dia 'sulitkan' rasa cinta itu tumbuh, agar sang hamba selalu dekat dengan NYA...
    BTW... makasih kakakku, sebuah nasehat indah telah membuatku bisa tersenyum. ^_^

    ReplyDelete